Breaking News

Kunjungan Trump Ke Inggris, Tidak Ada Arti



Seputar Aktual Nasional - Donald Trump dijadwalkan akan tiba di Inggris pada hari Senin (3/6/2019), dalam kunjungan kenegaraan yang membuat banyak pihak ketar-ketir. Inggris saat ini sedang berada dalam kekacauan politik terburuknya sejak Perang Dunia II, berkat isu Brexit yang sangat memecah belah. Perdana Menteri Theresa May baru saja mengundurkan diri, penggantinya masih belum jelas, dan kedatangan Trump bisa membuat segalanya makin buruk.

Ketika Presiden Donald Trump tiba di London pada hari Senin pagi, ia menapakkan kaki di negara yang sedang menghadapi krisis politik terburuknya sejak berakhirnya Perang Dunia II.

Minggu lalu Theresa May menjadi perdana menteri Inggris kedua yang menjadi korban Brexit. Partai Konservatif yang sedang berkuasa terlibat dalam pertarungan dangkat tentang siapa yang akan menggantikannya. Para pemilih muak dengan kekacauan dan berkumpul menjadi gerakan politik di masing-masing ujung Brexit. Agen Domino

Biasanya, kunjungan kenegaraan dari Presiden AS yagn sedang menjabat adalah kesempatan bagi Inggris untuk memamerkan hubungan spesial mereka ke dunia. Tapi kemungkinan terbai dari kunjungan kenegaraan Trump kali ini adalah, semoga hal itu segera berlalu dengan kekisruhan seminimal mungkin.

Kemungkinan hal itu akan tercapai terlihat kecil. Pada Jumat malam, surat kabar The Sun menerbitkan sebuah wawancara dengan Trump. Di dalamnya, Trump mengatakan bahwa Boris Johnson, unggulan untuk pengganti May, akan melakukan “pekerjaan yang sangat baik” sebagai perdana menteri.

Ini adalah intervensi keduanya belakangan ini. Awal minggu ini, Trump mengatakan Johnson adalah seorang “teman” yang “sangat dihormatinya.” Trump mengatakan hal yang sama tentang musuh bebuyutan Partai Konservatif, pendukung Brexit garis keras, Nigel Farage. Trump bahkan memberi isyarat bahwa ia akan bertemu kedua orang itu di London.

Pihak berwenang tidak akan menyukai hal itu, dan pertemuan itu sejauh ini juga belum muncul di jadwal resmi. Dan walaupun Farage akan sangat menyukai hal itu, masih belum jelas apakah Johnson akan mendapatkan keuntungan dari pertemuan empat mata dengan Trump.

Dalam situasi normal, seseorang yang berharap untuk menjadi pemimpin suatu negara selanjutnya akan berlomba-lomba mencoba mendapatkan dukungan dari seorang Presiden AS. Tapi situasinya tidak normal dan Donald Trump bukanlah presiden yang normal.

Johnson sering disebut-sebut sebagai Trump versi  Inggris. Keduanya memiliki sejarah mencetuskan ucapan yang kontroversial dan menyinggung di muka publik (Johnson secara menghebohkan menulis sebuah kolom surat kabar tahun lalu mengatakan bahwa wanita yang mengenakan cadar terlihat seperti kotak surat).

Keduanya juga telah sama-sama dituduh berbohong saat kampanye politik (tuduhan yang membuat Johnson kini harus menghadapi panggilan pengadilan). Dan keduanya memiliki gaya rambut yang epik.

Namun, perbandingan ini hanya sebatas permukaan saja. Menyandingkan politik Johnson dengan populisme Trump bisa jadi tidak jujur, atau yang paling buruk, suatu fitnah. Uniknya, fitnah itu bisa jadi sesuatu yang menguntungkan.

Trump tidaklah populer di Inggris Raya. Kebanyakan orang Inggris memandang gaya politiknya norak. Komentar publiknya tentang wanita dan Muslim tidak diterima dengan baik. Di Inggris, para pemimpin diharapkan bisa berlaku sportif. Hal ini khususnya bagi anggota partai Konservatif sejati. Bayangkan orang-orang yang minum bir hangat sambil menonton pertandingan cricket, bukan mereka yang akan berteriak “penjarakan dia” di kampanye-kampanye politik.

Tim Bale, seorang profesor ilmu politik di Queen Mary, University of London, menyimpulkannya sebagai demikian: “Saya rasa orang-orang di AS tidak menghargai bagaimana Donald Trump dipandang dari segala sisi politik Inggris sebagai figur lelucon dan bukan seseorang yang harus dianggap serius. Dukungan apapun dari Trump kemungkinan tidak akan menguntungkan kandidat manapun—dan mungkin malah merusak reputasi mereka.”

Ini adalah masalah bagi Johnson, yang dengan disebut sebagai “teman”, telah diberikan sejenis dukungan oleh Trump.

Kecil kemungkinan Johnson merasakan hal yang sama. Pada tahun 2015, ketika Johnson menjabat sebagai walikota London, Trump mengatakan beberapa wilayah di ibukota Inggris dengan populasi Muslim yang besar telah menjadi sangat teradikalisasi “sehingga polisi mengkhawatirkan keselamatan mereka.” Johnson membalas dengan mengatakan, ia tidak akan mengunjungi beberapa wilayah di New York karena “ada risiko sungguhan bertemu dengan Donald Trump.”

Tidak ada komentar